Kamis, 03 Juni 2010

PERKEMBANGAN EMOSI PADA ANAK


Emosi sering kita artikan sebagai luapan rasa marah. Orang yang sering marah-marah atau membanting barang di sekitarnya sering disebut sebagai orang yang temperamen atau emosian. Padahal, makna atau arti dari emosi sendiri adalah perasaan atau afeksi yang timbul ketika seseorang yang sedang berada dalam suatu keadaan atau suatu interaksi yang dianggap penting olehnya. Ada beberapa orang yang dapat mengontrol emosinya, namun ada juga beberapa orang yang tidak bisa mengontrol emosinya sehingga emosi tersebut diungkapkan dengan perubahan dan tanda-tanda fisiknya. Hal ini sesuai dengan apa yang dikemukakan Ekman dan Friesen yang dikenal dengan display rules, yang dibagi menjadi tiga rules, yaitu masking, modulation dan simulation. Masking adalah keadaan seseorang yang dapat menyembunyikan atau menutupi emosi yang dialaminya. Emosi yang dialaminya tidak ditampilkan melalui ekspresi fisiknya, misalnya orang yang sangat sedih karena putus dengan pacarnya, kesedihan tersebut dapat diredam atau ditutupi, dan tidak ada gejala fisik yang menyebabkan tampaknya perasaan sedih tersebut. Sedangkan pada modulation seseorang tidak mampu meredam dengan total mengenai gejala fisiknya, tetapi hanya dapat menguranginya, misalnya karena sedih, ia menangis tetapi tidak keras dan tidak berteriak. Pada simulation seseorang sebenarnya tidak mengalami emosi, tetapi ia seolah – olah mengalami emosi dengan menampakkan gejala – gejala fisik.


Display rules simulation ini terkadang dipergunakan batita dan balita yang sering menirukan ekspresi emosi dari orang-orang yang ada di sekitarnya. Sebagai contohnya, Hafidz balita berusia 3 tahun 2 bulan ini yang merupakan keponakan saya ini seringkali cemberut dan memonyongkan bibirnya padahal ia tidak sedang dalam keadaan sebal, marah ataupun kecewa. Ketika ditanya, “kayak siapa gitu tu?”, maka ia menjawab, “kayak ibuk”. Namun tak semua bayi dan anak-anak melekukan hal tersebut. Kemungkinan anak-anak selalu mengekspresikan emosinya dengan perubahan dan tanda-tanda fisiknya. Misalnya, ketika anak berulang tahun dan diberi hadiah yang diinginkannya, maka ia akan loncat-loncat kegirangan untuk mengekspresikan rasa senangnya. Tapi terkadang hal tersebut juga tidak dilakukan anak-anak yang lainnya. Pada kenyataannya, memang kebanyakan anak belajar tentang ekspresi emosi dari orang-orang yang ada di sekitarnya. Jika orangtua dan saudara-saudaranya tipe-tipe orang yang ekspresif maka kemungkinan besar anak tersebut juga akan ekspresif dalam mengungkapkan emosinya, begitu juga sebaliknya.


_Meguuwh_

Tidak ada komentar:

Posting Komentar